Yessica and Giovanni
 
Minggu, 28 Februari 2010
° SEJARAH KOTA MADIUN °


Kota Madiun, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini terletak 169 km sebelah barat Kota Surabaya, atau 114 km sebelah timur Kota Surakarta. Kota ini terdapat pusat industri kereta api (INKA). Madiun dikenal memiliki Lapangan Terbang Iswahyudi, yakni salah satu pangkalan utama AURI, meski sebenarnya terletak di Kabupaten Magetan. Madiun memiliki julukan Kota Gadis

Madiun berada pada ketinggian 63 meter. Kota Madiun hampir berbatasan sepenuhnya dengan Kabupaten Madiun, serta dengan Kabupaten Magetan di sebelah barat daya. Kali Madiun mengalir di kota ini, merupakan salah satu anak sungai terbesar Bengawan Solo.

¨Transportasi ¨
Madiun berada di jalur utama Surabaya-Yogyakarta. Kota ini juga menjadi persimpangan jalur menuju Ponorogo dan Pacitan ke arah selatan. Angkutan antarkota dilayani oleh bus dan kereta api. Madiun dilintasi jalur kereta api lintas selatan Pulau Jawa. Stasiun kereta api Madiun merupakan yang terbesar di kawasan Jawa Timur bagian barat, dan di terdapat pusat industri kereta api (INKA).

Pembagian Administratif
Kota Madiun terdiri atas 3 kecamatan, yaitu Kartoharjo, Manguharjo, dan Taman.

Madiun merupakan suatu wilayah yang dirintis oleh Ki Panembahan Ronggo Jumeno atau biasa disebut Ki Ageng Ronggo. Asal kata Madiun dapat dimaknai pertama Secara segi bahasa Madiun bisa diartikan dari kata Medi (hantu) dan Ayun-ayun (berayunan) maksudnya adalah bahwa ketika Ronggo Jumeno melakukan babad tanah Madiun terjadi banyak hantu yang berkeliaran. kedua karena nama keris yang digunakan oleh Ronggo Jumeno yaitu keris Tundhung Medhiun. Namun pada mulanya bukan dinamakan Madiun, tetapi Wonosari.

Pada dasarnya Madiun Merupakan sebuah wilayah di bawah kekuasaan Mataram, dalam perjalanan sejarah Mataram, Madiun memang sangat strategis mengingat wilayahnya terletak ditengah-tengah perbatasan dengan kerajaan Kadiri (Doho). Oleh karenanya pada masa pemerintahan Mataram banyak pemberontak-pemberontak kerajaan Mataram yang membangun basis kekuatan di Madiun. Seperti munculnya tokoh Retno Dumilah.

Beberapa peninggalan kerajaan Madiun salah satunya dapat dilihat di Kelurahan Kuncen, dimana terdapat makam Ki Ageng Panembahan Ronggo Jumeno, Patih Wonosari selain makam para Bupati Madiun, Masjid Tertua di Madiun yaitu Masjid Nur Hidayatullah, artefak-artefak disekeliling masjid, serta sendang (tempat pemandian) keramat.

Kota Madiun dahulu merupakan pusat dari Karesidenan Madiun, yang meliputi wilayah Magetan, Ngawi, Ponorogo, dan Pacitan. Meski berada di wilayah Jawa Timur, secara kultural Madiun lebih dekat ke budaya Jawa Tengahan (Solo-Jogja), karena lebih dekat secara geografis. Pada tahun 1948, terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh PKI di Madiun, yang dipimpin oleh Muso.

Madiun terkenal dengan produk unggulannya makanan brem. Salah satu makanan khas Madiun adalah Pecel Madiun, serta sambal pecel madiun. Kota Madiun juga merupakan pelestari budaya tradisional, yaitu pencak silat. Dimana merupakan salah satu kekayaan seni beladiri di Indonesia. Bentuk-bentuk pelestarian itu seperti masih adanya berbagai organisasi pencak silat seperti Setia Hati Winongo, Setia Hati Tattuhu Tekad dan Setia Hati Terate yang dapat dikatakan sebagai organisasi pencak silat terbesar di Indonesia, yang memiliki jaringan-jaringan luas.
=> Diambil Dari : http://www.wattpad.com. .

--♥♥♥--

Kabupaten Madiun
, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro di utara, Kabupaten Nganjuk di timur, Kabupaten Ponorogo di selatan, serta Kota Madiun, Kabupaten Magetan, dan Kabupaten Ngawi di barat. Ibukotanya adalah Madiun, namun sebagian besar gedung-gedung pemerintahan berada di kota Caruban.

Madiun dilintasi jalur utama Surabaya-Yogyakarta, dan kabupaten ini juga dilintasi jalur kereta api lintas selatan Pulau Jawa. Kota-kota kecamatan yang cukup signifikan adalah Caruban, Saradan, Dolopo, Dagangan dan Balerejo.

Bagian utara wilayah Madiun berupa perbukitan, yakni bagian dari rangkaian Pegunungan Kendeng. Bagian tengah merupakan dataran tinggi dan bergelombang. Sedang bagian tenggara berupa pegunungan, bagian dari kompleks Gunung Wilis-Gunung Liman.

Kabupaten Madiun terdiri atas 15 kecamatan, yang terbagi dalam 206 terdiri dari 196 desa dan 8 kelurahan. Dalam percakapan sehari-hari penduduk kabupaten Madiun menggunakan Bahasa Jawa dengan Dialek Madiun atau Dialek Mataraman yang lebih condong ke logat Surakarta/Solo.

Potensi yang menonjol saat ini adalah pertanian padi, kedelai, palawija, perkebunan kakao, kopi, mangga, durian, rambutan dan produk hasil hutan dan produk olahan lainnya seperti kerajinan kayu jati dan lain sebagainya. Durian dan kakao banyak di budidayakan di Kecamatan Dagangan, dan Kecamatan Kare. Kebun Kopi dengan skala besar di budidayakan di Kandangan, Kecamatan Kare, yang merupakan peninggalan Belanda.

Gunung Liman merupakan puncak tertinggi di Pegunungan Wilis menjajikan sensasi pendakian yang luar biasa. Banyak sekali ditemukan flora fauna dan juga arca sepanjang jalur pendakian dari Pulosari, Kecamatan Kare. Sayang jalur tersebut jarang sekali dilalui pendaki. Karena Aksesnya yang susah. Jika jalur Kecamatan Kare- Telaga Ngebel sudah dilakukan pengaspalan akan bisa menyaingi pesona gunung-gunung lain di Jawa. Karena di lerengnya menyimpan potensi wisata yang luar biasa. seperti Air Terjun Slampir, Monumen Kresek, Monumen Jendral Sudirman, Air Terjun Selorejo, Kebun Kopi Kandangan, Wana Wisata Grape dan lain-lain.


Sejarah ‡

Kabupaten Madiun ditinjau dari pemerintahan yang sah, berdiri pada tanggal paro terang, bulan Muharam, tahun 1568 Masehi tepatnya jatuh hari Kamis Kliwon tanggal 18 Juli 1568 / Jumat Legi tanggal 15 Suro 1487 Be - Jawa Islam.

Berawal pada masa Kesultanan Demak, yang ditandai dengan perkawinan putra mahkota Demak Pangeran Surya Patiunus dengan Raden Ayu Retno Lembah putri dari Pangeran Adipati Gugur yang berkuasa di Ngurawan, Dolopo. Pusat pemerintahan dipindahkan dari Ngurawan ke desa Sogaten dengan nama baru Purabaya (sekarang Madiun). Pangeran Surya Patiunus menduduki kesultanan hingga tahun 1521 dan diteruskan oleh Kyai Rekso Gati. (Sogaten = tempat Rekso Gati)

Pangeran Timoer dilantik menjadi Bupati di Purabaya tanggal 18 Juli 1568 berpusat di desa Sogaten. Sejak saat itu secara yuridis formal Kabupaten Purabaya menjadi suatu wilayah pemerintahan di bawah seorang Bupati dan berakhirlah pemerintahan pengawasan di Purabaya yang dipegang oleh Kyai Rekso Gati atas nama Demak dari tahun 1518 - 1568.

Pada tahun 1575 pusat pemerintahan dipindahkan dari desa Sogaten ke desa Wonorejo atau Kuncen, Kota Madiun sampai tahun 1590.

Pada tahun 1686, kekuasaan pemerintahan Kabupaten Purabaya diserahkan oleh Bupati Pangeran Timur (Panembahan Rama) kepada putrinya Raden Ayu Retno Djumilah. Bupati inilah selaku senopati manggalaning perang yang memimpin prajurit-prajurit Mancanegara Timur.

Pada tahun 1586 dan 1587 Mataram melakukan penyerangan ke Purbaya dengan Mataram menderita kekalahan berat. Pada tahun 1590, dengan berpura-pura menyatakan takluk, Mataram menyerang pusat istana Kabupaten Purbaya yang hanya dipertahankan oleh Raden Ayu Retno Djumilah dengan sejumlah kecil pengawalnya. Perang tanding terjadi antara Sutawidjaja dengan Raden Ayu Retno Djumilah dilakukan disekitar sendang di dekat istana Kabupaten Wonorejo (Madiun).

Pusaka Tundung Madiun berhasil direbut oleh Sutawidjaja dan melalui bujuk rayunya, Raden Ayu Retno Djumilah dipersunting oleh Sutawidjaja dan diboyong ke istana Mataram di Plered (Jogjakarta) sebagai peringatan penguasaan Mataram atas Purbaya tersebut maka pada hari Jumat Legi tanggal 16 Nopember 1590 Masehi nama "Purbaya" diganti menjadi "Madiun".

Tempat Wisata

Makanan Khas

=>Diambil Dari : http://id.wikipedia.org

posted by † Yessica and Giovanni † @ 20.58   0 comments

‡ Aras Tertegun Dongkrek Madiun ‡

Seni dongkrek tak jadi mati suri. Kesenian khas Madiun ini justru kian sering tampil pada ajang festival seni prestisius di kota-kota besar.

Altar Taman Budaya Jawa Timur menjadi wilayah paling steril malam itu. Sebelum dilangsungkan pembukaan Festival Seni Cak Durasim 2007 pertengahan Nopember lalu, kelompok seni dongkrek asal Madiun terlebih dulu mengitari pendopo sebanyak tiga kali. Atraksi kesenian ini menjadi simbolisasi bersih-bersih arena dari ancaman bala dan bencana.
Tak heran, pembukaan festival seni yang dihadiri seniman asal Suriname dan sejumlah pejabat peduli seni asal Jawa dan luar Jawa itu, berlangsung aman. Perhelatan seni selama seminggu yang mengusung semangat menyatukan keragaman itu pun berjalan lancar tanpa kendala. Ekspresi penampil seni dan apresiasi penikmat seni selama pagelaran, juga berhasil menemukan soul-nya.
Ditampilkannya seni dongkrek dalam perhelatan itu kiranya bukan tanpa alasan. Betapa ancaman bencana, baik bencana lingkungan maupun kehidupan, bisa mengintip wilayah mana saja di bumi ini. Nah, seni dongkrek, secara filosofis, memiliki makna dan fungsi tolak bala. Sehingga, penampilan seni ini sangat diperlukan agar arena perhelatan seni dan tanah sekelilingnya diselamatkan dari bencana dan mara bahaya.

Atraksi kesenian dongkrek, yang malam itu dipertunjukkan Grup Seni Dongkrek Condro Budoyo dari Dusun Karangmalang Desa Sumberbening Kecamatan Balerejo Madiun, memang menimbulkan kesan berbeda dari seni pertunjukan yang lain; angker dan magis. Irama musik tradisional yang semula sayup-sayup lalu kian menghentak bertalu-talu, makin memberi kesan garang. Rasanya tak hanya niat jelek manusia, bahkan arwah jahat pun akan lari ketakutan mendengar irama bertalu-talu itu sebelum mengusik harmoni kehidupan di bumi.


~Dungkrek Berpadu

Kesenian ini disebut seni dongkrek bermula dari bunyi yang ditimbulkan oleh paduan dua alat musik tradisional yang mengiringinya. Yakni bunyi dung berasal dari beduk atau kendang dan krek dari alat musik yang disebut korek. Alat musik korek ini berupa kayu berbentuk bujur sangkar, di satu sisinya ada tangkai kayu bergerigi yang bila digesek berbunyi krek. Dari perpaduan dua bunyi itulah lantas masyarakat menyebut kesenian ini dengan nama dongkrek.
Perpaduan bunyi itu digunakan Raden Ngabehi Lo Prawirodipuro untuk mengusir setan yang menimbulkan pageblug atau wabah dan bencana alam sekitar tahun 1867 di Mejayan. Kala itu, sebagian warga diserang wabah penyakit dan meninggal dunia dalam waktu singkat. Hasil pertanian dan ternak juga terjadi paceklik.

Namun, dalam perkembangannya kesenian dongkrek juga menggunakan komponen alat musik lainnya seperti gong besi, gong kempul, kenong, kentongan, dan kendang. Penggunaan alat musik ini dipengaruhi perpaduan antar budaya, seperti Islam, Cina, dan kebudayaan masyarakat Jawa pada umumnya.

Pada tiap pementasan dongkrek, ada tiga topeng yang digunakan para penari. Ada topeng raksasa atau buto, dalam istilah Jawa, yang bermuka seram. Ada topeng perempuan yang sedang mengunyah kapur sirih yang melambangkan cibiran, serta topeng orang tua sebagai lambang kebajikan.

Ketika atraksi digelar, kesenian ini menunjukkan fragmentasi pertarungan seru dalam kehidupan, antara kebaikan dan kejahatan. Ada orang bajik bertarung dengan buto yang hendak menusukkan keburukan. Ada pihak yang dengan tegas mencibir niat-niat jelek (wanita bertopeng). Sekelompok pihak lainnya mentahbiskan doa-doa keselamatan (pemusik). Dan begitu seterusnya, nyaris tanpa henti.

Alhasil, pada tiap pertempuran antara kebaikan dan kejahatan, kemenangan selalu menyertai kebajikan yang ditegakkan di muka bumi. Suro diro joyodiningrat, lebur dening pangastuti. Atau dalam terminologi Islam, idza jaal haqqu wazahaqal bathil, innal bathila kana zahuqa.

Langgam seni yang terdiri dari penari dengan bermacam bentuk dan pemusik itu lantas menjadi pakem seni dongkrek. Konon, pakem kesenian asli yang dikembangkan berdasarkan hasil penelusuran sejarah secara komprehensif dan mendalam, sehingga tidak boleh dicampur aduk agar generasi penerus memahami isi, maksud, dan tujuan pertunjukan kesenian dongkrek.

Karena, unsur penari topeng dan pemusik, masing-masing memiliki makna yang mendalam. Penari topeng buto melambangkan kejahatan dan ketiga penari lainnya melambangkan kebaikan. Sedangkan, semua musik melambangkan harmoni, keserasian, kebersihan hati serta menolak segala bentuk musibah dan keburukan.

Kalaupun pada perkembangannya ada modifikasi, semata untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat kekinian. Modifikasi itu, misalnya, unsur penari yang semula terdiri dari tiga atau empat orang dikembangkan menjadi delapan orang. Satu penari buto sekarang menjadi empat penari, dan kadang ditambah dengan penari anak-anak. Penari dewasa dan dua wanita tetap seperti aslinya. Penari dan pemusik kesenian ini pun berkembang dan membutuhkan sekitar 20-25 pemain pada setiap penampilan.

Selain itu, kesenian ini juga kadang dimodifikasi dengan seni Barongsai asal negara Tiongkok serta dicampur dengan kesenian Reog Ponorogo. Alunan musiknya juga sesekali dicampur dengan keroncong dangdut dan campursari.

Andri Suwito, pimpinan Grup Seni Dongkrek Condro Budoyo, menjelaskan tambahan penari dan alunan musik yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman diperlukan untuk mengembangkan seni dongkrek. Sebab, jika tidak ada campurannya, seni dongkrek tidak akan mampu menyedot minat masyarakat. "Adopsi dan tambahan jumlah penari dan alunan musik itu supaya seni ini tetap diterima masyarakat sekaligus tidak monoton dan membosankan," tegasnya.


~Pasang-surut

Berdasar studi pustaka, seni dongkrek lahir sekitar tahun 1867 di Mejoyo atau Mejayan, nama kuno dari Kecamatan Caruban. Kesenian itu lahir di masa kepemimpinan Raden Ngabehi Lo Prawirodipuro yang menjadi demang (jabatan setingkat kepala desa) yang membawahi lima desa. Kesenian dongkrek, bisa dibilang, mengalami masa kejayaan antara 1867-1902. Setelah itu, perkembangannya pasang surut. Sebagaimana kesenian lainnya, seni dongkrek juga rentan dipengaruhi kondisi politik yang berkembang masa itu.
Pada masa kolonial, kesenian dongkrek sempat dilarang oleh pemerintahan Belanda untuk dijadikan pertunjukan kesenian rakyat. Demikian pula saat Jepang berkuasa, kesenian dongkrek tidak bisa hidup karena dilarang oleh tentara Dai Nippon. Saat kejayaan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun tahun 1965, pun kesenian dongkrek tenggelam karena kalah pamor dengan kesenian genjer-genjer yang dikembangkan PKI.

Menurut catatan Andri, pada 1973 seni dongkrek mulai digali dan dikembangkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Madiun dan Propinsi Jawa Timur. Pada 1980, diadakan garap tari oleh Suwondo, Kepala Seksi Kebudayaan Kabupaten Madiun.

Catatan lain tertulis, pada era 1979, tepatnya pada masa pemerintahan Bupati Madiun Kadiyono, kesenian dongkrek mulai dibangkitkan. Saat itu, dilakukan upaya merekonstruksi sejarah dan pakem dongkrek melalui penelusuran dan studi dokumentasi. Sayangnya, perkembangan kesenian ini masih tersendat karena kalah pamor dengan kesenian modern. Akibatnya, eksistensi kesenian dongkrek berada di ujung tanduk.

Selain itu, minimnya minat masyarakat untuk mengembangkan kesenian tradisional tersebut, turut memperpuruk seni dongkrek. Akhirnya, hanya ada beberapa kelompok seni saja yang masih melestarikan kesenian ini. Hanya generasi tua saja yang menjadi pelaku utama kesenian ini.

Sejak 2002, Andri termasuk pihak yang tak henti-henti meminta agar semua pihak, termasuk Pemerintah Kabupaten Madiun membantu pengembangan seni dongkrek. Sebab, menurutnya, seni ini sudah mulai populer lagi. Kelompok seni dongkrek Condro Budoyo yang digawanginya, misalnya, sudah berkali-kali tampil di berbagai festival seni di Surabaya, Solo, Jogjakarta, Malang hingga di Jakarta.

Menurutnya, seni dongkrek saat ini justru kondang di luar Kabupaten Madiun. Hal itu terlihat dari sejumlah pertunjukan dan undangan yang selama ini dipertunjukkan. Kelompok Seni Dongkrek Condro Budoyo, misalnya, bahkan sudah pernah tampil di Istana Merdeka Jakarta untuk mengisi acara Gita Nantya Nusantara atau Pawai Budaya Nusantara tahun 2005 lalu.

Beberapa festival seni yang telah diikuti di antaranya, Festival Bonraja, Festival Sri Wedari, Festival Wayang, dan Festival Bengawan Solo. Sedangkan di Surabaya, mengikuti Festival Cak Durasim, Festival Kesenian Rakyat dan Festival Topeng. “Dulu dongkrek hanya di Madiun saja. Namun sekarang merambah sampai ke Istana,” ceritanya.

Dari beberapa festival yang pernah diikutinya, ada dua kejuaraan yang membuat para pelaku dongkrek bangga. Pada Festival Bengawan Solo tingkat nasional mendapat tropi juara III dan masuk dalam kategori 10 besar pada Festival Kesenian Rakyat di Malang. –hm/foto: anton

--- BOKS
---
Tanda Karya Raden Ngabei

Tarian dan irama seni dongkrek lahir dari wangsit hasil
lelaku sang demang yang empati terhadap nasib rakyatnya.

Saat Raden Bei Lo Prawirodipuro menjabat demang atau palang (jabatan setingkat kepala desa) di Mejoyo atau Mejayan, kini menjadi Caruban Madiun, pernah dirundung sedih karena rakyatnya sedang ditimpa musibah. Wabah penyakit yang menyerang dusun Mejayan, waktu itu, sangat berbahaya dan memilukan. Betapa tidak, siang terserang sakit sore hari meninggal dunia. Atau pagi sakit malam hari meninggal dunia.
Sebagai pemimpin, Raden Prawirodipuro merenung dan mencoba menemukan cara untuk mengatasi wabah penyakit yang menimpa rakyatnya. Lalu ia lelaku, meditasi dan bertapa di wilayah gunung kidul Caruban. Ia mendapatkan wangsit untuk membuat semacam tarian atau kesenian yang bisa mengusir bala tersebut.

Dalam wangsit itu tergambar, para punggawa kerajaan roh halus atau pasukan gondoruwo yang menyerang penduduk Mejayan dapat diusir dengan menggiring mereka keluar dari desa. Wangsit itu kemudian direalisasikan dan dibuatlah semacam kesenian yang melukiskan fragmentasi pengusiran arwah jahat yang membawa pagebluk tersebut.

“Komposisi para pemain fragmen satu babak pengusiran roh halus tersebut terdiri dari barisan buto kolo, orang tua sakti dan kedua perempuan tua separuh baya. Para perempuan sebagai simbol pihak yang posisinya lemah sedang dikepung oleh para pasukan buto kolo dan ingin membunuh perempuan tersebut. Lalu muncullah lelaki tua dengan tongkatnya mengusir barisan arwah jahat dan menjauhkannya dari para perempuan tersebut,” jelas Andri Suwito, Ketua Grup Seni Dongkrek Condro Budoyo Madiun.

Kemudian, melalui peperangan yang cukup sengit, antara rombongan buto kolo dengan orang tua sakti, dimenangkan oleh orang tua tersebut. Akhirnya, orang tua sakti dapat menyelamatkan kedua perempuan dari ancaman para buto kolo. Rombongan buto kolo itu bahkan menjadi patuh terhadap kehendak orang tua sakti. Orang tua yang didampingi dua perempuan kemudian menggiring pasukan buto kolo keluar dari Desa Mejayan dan sirnalah pagebluk yang menyerang rakyat selama ini. Tradisi ini pun menjadi ciri khas kebudayaan masyarakat Caruban, Madiun dengan sebutan “dongkrek”.
=> Diambil Dari : http://dongengdalam.blogspot.com..
posted by † Yessica and Giovanni † @ 20.55   0 comments
Minggu, 21 Februari 2010
♥ Cara Mudah Daur Ulang Kertas Bekas ♥

Alat dan Bahan

Membuat kertas daur ulang ini tidaklah sesulit yang kita bayangkan. Alat dan bahannya bisa diperoleh dengan mudah dari lingkungan di sekitar kita. Alat yang kita butuhkan hanyalah dua buah ember besar, blender untuk menghancurkan kertas, satu atau lebih cetakan kertas yang tersebut dari dua buah bingkai kayu dan spons untuk menyerap air. Untuk mencetak kertas kita membutuhkan satu bingkai kayu dengan saringan kawat dan satu bingkai tanpa saringan. Saringian kawat ini bisa dibuat dari kain kassa. Ukuran bingkai kayu untuk cetakan kertas ini kita sesuaikan dengan ukuran kertas yang diinginkan, misalnya ukuran folio, atau double polio. Jangan lupakan pula selembar kain bekas yang panjangnya cukup untuk alas menjemur kertas yang sudah jadi. Di sini kita bisa memanfaatkan kain bekas spanduk. Bahan untuk membuat kertas daur ulang ini adalah air, kertas-kertas, bekas pakai serta daun-daun atau bunga-bunga kering untuk hiasan.

Cara Membuat
Cara membuatnya juga sangat mudah. Pertama kita hancurkan kertas-kertas bekas itu dengan cara menyobek-nyobeknya hingga berbentuk serpihan-serpihan kecil. Semakin kecil dan semakin halus sobekan kerta itu akan semakin bagus. Kemudian sobekan-sobekan kerta ini kita rendam dalam seember air selama minimal dua malam. Semakin lama merendam semakin baik. Untuk membantu proses pelarutan tinta dalam kerta bekas, maka rendaman kertas ini bisa kita rebut selama satu atau dua jam. Setelah rebusan kerta ini mendingin, kita blender rebusan ini sampai benar-benar hancur, hingga menjadi bubur kertas. Bubur kertas yang kental ini kemudian kita larutkan sedikit demi sedikit dalam seember air, dengan perbandingan kurang lebih 1:10, atau kita perkirakan sesuai dengan ketebalan kertas yang kita inginkan. Semakin tebal kertas yang kita inginkan, semakin kentallah campuran yang harus kita buang. Campur bubur kertas dengan air hingga benar-benar larut. Kertas pun siap kita cetak dengan memakai cetakan kertas yang telah disediakan.

Mencetak kertas daur ulang ini juga memerlukan trik khusus agar hasilnya baik. Ember yang dipakai untuk mencampur bubur kertas dengan air itu, haruslah yang berukuran besar, agar cetakan kertas bisa masuk seluruhnya ke dalam ember. untuk mencetak, kita lekatkan dua buah bingkai kayu sebagai cetakan kertas. Bingkai kayu yang tak memiliki saringan kawat ditempelkan pada sisi bingkai kayu yang ada saringan kawatnya. Kemudian cetakan kertas ini kita masukkan dari pinggir ember dengan posisi tegak lurus, horisontal, sejajar dengan ember. Kita celupkan cetakan ini hingga masuk seluruhnya ke dalam ember. Setelah itu, baru kita angkat kertas itu perlahan-lahan. Tunggu hingga air yang menetes dari cetakan habis. Kemudian angkat bingkai kayu yang tak memiliki saringan kawat dengan hati-hati agar kertas yang sudah dicetak tidak rusak dan cetak kertas di atas kain alas. Cara mencetaknya, tempelkan bingkai kayu yang berisi bubur kertas ke atas kain alas. Serap air yang ada di dalam kertas yang dicetak dengan menggunakan spons. Gerakkan spons dengan gerakan satu arah di atas kertas. Berhati-hatilah agar kertas yang dicetak tidak robek. Peras dan keringkan spons kemudian gunakan kembali untuk menyerap air dalam kertas. Ulangi hingga air di atas kertas habis, kemudian angkat cetakan kertas dengan hati-hati. Jemur hingga kertas mengering.

Untuk variasi, kertas daur ulang ini kita bisa kita warnai sesuai dengan keinginan kita. Sebagai pewarna alami, kita bisa memakai daun pandan atau daun-daun yang lain untuk warna hijau. Untuk warna kuning kita bisa memakai kunyit, dan untuk warna merah, kita bisa memakai daun jati yang ditambuk atau kayu secang yang telah direbus terlebih dahulu. Caranya, tumbuk atau parut bahan pewarna alami yang kita inginkan, peras dan saring, ambil airnya untuk mewarnai. Pewarna alami ini bisa kita campurkan pada waktu kita mencetak kertas. Selain itu kita juga bisa menambahkan hiasan berupa serpihan daun-daun atau bunga, agar kertas daur ulang kita terlihat lebih artistik. Penambahan hiasan bisa dilakukan dengan mencampurkan serpihan bunga dan daun pada bubur kertas atau dengan menghiaskannya pada waktu kertas baru usai dicetak.

Dalam proses selanjutnya, kertas daur ulang ini bisa kita olah menjadi beragam souvenir atau barang-barang keperluan sehari-hari. Kotak pensil, block note, kotak perhiasan dan kertas surat merupakan beberapa contoh barang yang bisa dibuat dari kerta daur ulang. Nah, tunggu apalagi, Anda bisa mempraktekkannya bersama-sama dengan anak-anak Anda. Baik untuk sekedar sebagai kegiatan mengisi waktu luang ataupun jika ditekuni, membuat kertas daur ulang ini bisa menjadi suatu usaha sampingan yang cukup menjanjikan.Semoga berguna danbermanfaat.

Diambil dari http://justitia.wordpress.com
posted by † Yessica and Giovanni † @ 21.24   0 comments
Santo Benardus
Santo Bernardus dari Clairvaux (1090-21 Agustus 1153) adalah seorang kepala biara Perancis dan pendiri utama dari orde biara Cistercia. Bernardus adalah suara utama dari konservatisme selama pengembalian intelektual Eropa Barat yang disebut Renaissance abad ke-12 dan musuh utama dari bangkitnya teologi skolastisisme. Dipilih kembali untuk meningkatkan pemujaan Bunda Maria, dia juga merupakan advokat yang paling berkuasa atas Perang Salib Kedua. Ia dijadikan suci sebagai santo pada tahun 1174.
posted by † Yessica and Giovanni † @ 21.22   0 comments
Santa Angela Merici

Saint Angela Merici or Saint Angela de Merici (March 21, 1474 – January 27, 1540) was an Italian religious leader and saint. She founded the Order of Ursulines in 1535 in Brescia.

Angela Merici was born at Desenzano del Garda, a small town on the southwestern shore of Lake Garda in Lombardy. She and her younger sister were left orphans when she was about ten years old. Together they came to live with their uncle in the town of Salo. Young Angela was very distressed when her sister suddenly died without receiving the last sacraments. She joined the Third Order of St Francis, and increased her prayers to God so her sister’s soul could rest in peace. Legend says that she was satisfied by a vision of her sister in the company of the saints in Heaven.

Angela's uncle died when she was twenty years old and she returned to her previous home in Desenzano. Angela believed that better Christian education was needed for young girls; she then dedicated her time teaching girls in her home, which she had converted into a school. She later allegedly had another vision that revealed to her that she was to found an association of virgins who were to devote their lives to the religious training of young girls. This was a success and she was invited to start another school in the neighboring city, Brescia. She happily accepted this offer.

According to legend, though not substantiated by any extant documentation, in 1524, while traveling to the Holy Land, St Angela Merici became suddenly blind when she was on the island of Crete. Despite this, St Angela continued her journey to the Holy Places and was ostensibly cured of sightlessness upon her return, while praying before a crucifix, at the same place where she was struck with blindness a few weeks before.In 1525, she came to Rome to gain the Indulgences of the Jubilee year. While doing this task, Pope Clement VII, who had heard of her virtue and success with her school, invited her to remain in Rome. St Angela disliked notoriety, and she soon returned to Brescia.

On November 25, 1535, St Angela chose twelve virgins and started the foundation of the "Company of St Ursula" near the Church of St Afra, in a small house in Brescia. On March 18, 1537, she was elected "Mother and Mistress" (Superior) of the order. Three years later, she died on January 27, 1540. Her body was clothed in the habit of a Franciscan tertiary and interred in the Church of St Afra, Brescia.

Saint Angela Merici was beatified in Rome on April 30, 1768, by Pope Clement XIII. She was later canonized on May 24, 1807, by Pope Pius VII.[2]

Diambil dari Wikipedia

posted by † Yessica and Giovanni † @ 21.14   0 comments
Ikan Arwana

Arwana Asia (Scleropages formosus), adalah salah satu spesies ikan air tawar dari Asia Tenggara. Ikan ini memiliki badan yang panjang; sirip dubur terletak jauh di belakang badan. Arwana Asia umumnya memiliki warna keperak-perakan. Arwana Asia juga disebut "Ikan Naga" karena sering dihubung-hubungkan dengan naga dari Mitologi Tionghoa

Arwana Asia adalah spesies asli sungai-sungai di Asia Tenggara khususnya Indonesia. Ada empat varietas warna yang terdapat di lokasi:

Arwana Asia terdaftar dalam daftar spesies langka yang berstatus "terancam punah" oleh IUCN tahun 2004 [2]. Jumlah spesies ini yang menurun dikarenakan seringnya diperdagangkan karena nilainya yang tinggi sebagai ikan akuarium, terutama oleh masyarakat Asia. Pengikut Feng Shui dapat membayar harga yang mahal untuk seekor ikan ini.

posted by † Yessica and Giovanni † @ 20.51   0 comments
About Me
Nama:
Lokasi: Madiun-Ponorogo, East Java, Indonesia
Archives
Archives
Sidebar Section

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus. Aenean viverra malesuada libero. Fusce ac quam.

Sidebar Section

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus. Aenean viverra malesuada libero. Fusce ac quam.

Links
Templates by
Free Blogger Templates